您的当前位置:首页 > 时尚 > KPK Masih Buka Kemungkinan Tersangka Lain Kasus PLTU 正文
时间:2025-05-25 10:45:27 来源:网络整理 编辑:时尚
Warta Ekonomi, Jakarta - KPK masih membuka kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus dugaan pene quickq快客加速器
KPK masih membuka kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji kepada anggota DPR terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1 (PLTU Mulut Tambang Riau 1) berkekuatan 2x300 megawatt di Provinsi Riau.
"Setiap kasus yang kita pegang selalu ada pengembangan-pengembangan dan selalu ada kemungkinan penetapan tersangka lain, tapi nanti akan kita lihat pengembangan kasus oleh tim. Hingga saat ini aliran dana ke pihak lain belum ditemukan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, di gedung KPK Jakarta, Jumat (24/8/2018).
KPK mengumumkan penetapan mantan Menteri Sosial Idrus Marham sebagai tersangka.
Idrus diduga bersama-sama dengan tersangka Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih (EMS) yang diduga telah menerima hadiah atau janji dari Johanes Budisutrisno Kotjo (JBK) pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau I.
KPK juga sudah memeriksa Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir dalam kasus ini pada 7 Agustus 2018.
"IM (Idrus Marham) diduga menerima janji untuk mendapat bagian yang sama besar dari EMS (Eni Maulani Saragih) sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan JBK (Johanes Budisutrisno Kotjo) bila PPA (purchase power agreement) proyek PLTU Riau 1 berhasil dilaksanakan JBK dan kawan-kawan," kata Basaria.
Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johanes, yaitu pada November-Desember 2017 Eni menerima Rp4 milia, sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.
"1,5 juta dolar AS ini menurut hasil pemeriksaan penyidik adalah dalam bentuk janji yang akan diberikan kalau JBK dan kawan-kawan sudah akan menerima dan mengerjakan proyek tersebut, jadi ini dalam bentuk janji. Menurut dugaan itu bagian yang diterima dia karena dia akan berusaha untuk menggolkan proyek ini yang kebetulan urusan masalah proyek ini ada di Komisi yang dia (Eni) pimpin," ujar Basaria.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari "commitment fee" sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Sebelumnya, Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp4,8 miliar yaitu pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp2 miliar dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta yang diberikan melalui staf dan keluarga. Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Proyek PLTU Riau-1 merupakan bagian dari proyek pembangkit listrik 35.000 MW secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap letter of intent (LoI) atau nota kesepakatan. Kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 MW dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).
PLTU tersebut dijadwalkan beroperasi pada 2020 dengan kapasitas 2x300 MW dengan nilai proyek 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun. Pemegang saham mayoritas adalah PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Indonesia, anak usaha PLN. Sebanyak 51 persen sahamnya dikuasai PT PJB, sisanya 49 persen konsorsium yang terdiri dari Huadian dan Samantaka.
Idrus disangkakan pasal 12 ayat (1) huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 56 ke-2 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
FOTO: Firsta Yuvi Amarta Sabet Gelar Puteri Indonesia 20252025-05-25 09:51
Catat! Syarat Naik Kereta Api Belum Berubah, Usia 18 Tahun Ke Atas Wajib Vaksin Booster2025-05-25 09:47
69.461 Data User Coinbase Bocor: Dari Nomor Rekening Bank hingga KTP2025-05-25 09:36
Alasan Kenapa Sebaiknya Tak Pakai Celana Pendek Saat Naik Pesawat2025-05-25 09:32
Alpukat Buah atau Sayuran? Ini Jawaban Ilmiahnya2025-05-25 09:06
Datang ke Met Gala 2024, Doja Cat Tampil Basah Kuyup2025-05-25 08:56
Menaker: THR Wajib Dibayarkan Paling Lambat 7 Hari Sebelum Lebaran2025-05-25 08:50
Wacana Ojol Jadi Karyawan Ancam Fleksibilitas dan Ekosistem Digital, Ini Kata Pakar2025-05-25 08:48
Densus 88 Tangkap 3 Teroris Jaringan NII di Tangerang yang Ingin Ubah Ideologi2025-05-25 08:25
KPK Tak Mau Ikut Garap Jiwasraya Karena...2025-05-25 08:03
AS Hikam: Kalau PBNU Anggap Sepele, Isu MLB NU Bisa Jalan Terus2025-05-25 10:13
Kok TNI Sih yang Copot Baliho Habib Rizieq, Satpol PP Kemana?2025-05-25 09:56
Intip 10 Kampus dengan Jurusan Hukum Terbaik se2025-05-25 09:46
Luthfi Ngaku Disetrum Polisi, Kapolri: Hati2025-05-25 09:37
Hukuman Pelaku Cuci Uang Berat, Kau Tak Akan Kuat!2025-05-25 08:53
Kelalaian Anak Karo Ops Polda NTB yang Tewaskan Pemotor Dicari Polisi2025-05-25 08:51
范德堡大学排名及申请条件解析2025-05-25 08:47
Menhub Ingatkan Maskapai Tidak Naikkan Harga Tiket Sewenang2025-05-25 08:35
Jakpro Akan Bangun Depo MRT di Taman BMW2025-05-25 08:30
Kejagung Bakal Periksa Adik Johnny Plate Terkait Dugaan Korupsi BTS Kominfo2025-05-25 08:00